Vol 1 :Chapter 03 – Rasa Daging Mentah
Penerjemah : indra.k
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
“Oh, itu menjijikan…..”
Aku yakin siapapun yang melihat kelinci seperti itu pasti akan mengatakan hal yang sama.
Apa yang sebenarnya terjadi pada kelinci itu, mungkinkah leher bagian belakang kelinci itu dikaitkan dengan kail dan digantung di tembok yang tinggi, karena kupikir lehernya itu terlalu panjang.
Itu sangat panjang.
Mungkin jika lehernya tidak panjang, kelinci berbulu tebal itu akan nampak lucu. Sayangnya selain rasa mual, aku bahkan tidak merasakan sedikitpun kelucuan dari hal itu.
Bukankah ini terlalu mengerikan untuk sebuah lelucon?
Ukuran tubuhnya bahkan lebih mirip babi dibandingkan dengan kelinci.
Meskipun bulunya nampak sangat tebal, tapi itu tidak seperti tingkat ketebalan bulu ‘kelinci besar’ yang aku ketahui.
Saat aku hendak menggunakan ponsel untuk mengambil gambar dari girabbit, aku mendengar suara lembut dari sampingku.
Meskipun aku tidak memahami kata-kata itu, aku secara refleks menoleh ke arahnya Medusa sedang menarik busur yang sudah di regangkan hingga batasnya.
Busur tersebut nampak seperti akan patah sedikit lagi, sedangkan anak panah yang ada pada busur tersebut nampak seperti buatan tangan yang buruk. Batangnya hanya tajam di bagian ujungnya saja.
Meskipun terlihat buruk, itu masih memiliki kekuatan yang cukup untuk membunuh seseorang. Dengan anak panah berdiameter 1 cm, bahkan seekor girabbit-pun pasti akan mati.
Akan tetapi, hal yang menarik perhatianku kenapa tangan yang menarik tali busur ke belakang masih belum di lepaskannya, lalu beberapa kabut tipis mulai terbentuk di sekitar anak panah. Aku menatap dengan serius dan menunggu hal yang akan terjadi selanjutnya.
Setelah kabutnya semakin tebal sehingga anak panah tersebut benar-benar tertutupi olehnya, barulah anak panah tersebut dilepaskannya. Seketika, anak panah menghilang dalam sekejap.
Kabut putih meninggalkan jejak lurus dari busur dan berakhir di kepala girabbit, dengan sebagian anak panah terlihat menembus keluar dari sisi lain kepala girabbit. Pada anak panah yang berwarna pink dengan cairan otak dapat terlihat disana, kemudian hewan buruan itupun perlahan-lahan jatuh dan menghantam tanah dengan keras.
Tenggorokanku terasa mulai memanas, lalu aku menelan ludah agar kembali tenang.
Barusan itu bukanlah kekuatan yang seharusnya ditunjukan oleh busur turki yang biasanya.
Meskipun ukuran busur sekitar 20lb sudah cukup untuk membunuh seseorang, tetapi kecepatan anak panah yang barusan itu sangatlah tidak normal. Daya tembus yang dimilikinya hampir setara dengan sebuah peluru.
Sulit untuk membayangkannya jika bukan karena bantuan sihir, dengan kabut putih yang memiliki kekuatan penghancur yang mematikan pada anak panah itu, mungkin hal tersebut tidak akan terjadi.
Sambil terus mengagumi kehebatan sihir di lubuk hatiku, aku mencoba untuk menguraikan tindakan yang di lakukan Medusa saat melakukan itu.
Meskipun hal tersebut layak disebut dengan kata ‘berburu’, mungkinkah dia memakan semuanya dalam satu waktu? Bagaimana ia bisa akan tetap dalam keadaan baik-baik saja jika memakan semuanya? Apakah dia memakan hewan selain girabbits? Apakah dia memakan manusia?
Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di kepalaku dengan cepat tanpa terkendali.
Namun Medusa tidak memberikanku waktu untuk berpikir dan rantai logam yang mengikatku di tariknya.
Tangannya menunjuk pada mangsa yang menandakan sebuah perintah bahwa dia menyuruhku untuk mengambil hewan buruan itu.
“Hari ini aku akan menunjukan apakah seorang manusia mampu memindahkan seekor kelinci seukuran itu atau tidak!”
Itu adalah apa yang ingin aku sampaikan. Tetapi bahkan seorang pria dengan otak terbelakang sepertiku sadar kalau kelinci dengan ukuran seperti babi itu bukanlah sesuatu yang dapat di pindahkan oleh orang normal seorang diri.
Akan tetapi hal itu adalah ‘perintah’ dari Medusa. Bahkan jika aku tidak sanggup melakukan hal tersebut, aku harus membuatnya mengerti.
Oleh karena itu, aku berlari menuju girabbit yang mati, dengan salah satu kaki terikat belenggu, aku mencoba menyeretnya dengan seluruh kekuatanku. Rasa sakit di otot kakiku sekali lagi menyadarkanku bahwa aku hanyalah seorang manusia biasa.
Namun, aku telah benar-benar sampai di depan girabbit, meskipun masih tersisa beberapa sentimeter lagi.
Aku menatap Gorgon* dan tertawa datar, berharap dia mengerti tanda yg mengatakan bahwa aku tidak mampu membawa girabbit tersebut. Sayangnya, ia tidak menggambarkan ekspresi ‘Aku mengerti’ sama sekali, itu adalah hal yang membuatku tidak merasa bersemangat.
Mungkin manusia di dunia ini mampu membawa seekor babi(besar) di punggung mereka saat mereka berjalan berkeliling? Jangan membuat lelucon denganku!
Pada akhirnya, dia menggunakan tali yang merupakan hasil transormasi dari ular untuk menyeret tubuh girabbit tersebut kembali ke gua.
Dalam perjalanan pulang, aku memiliki sebuah ide untuk naik di atas tubuh girabbit yang di seret agar meringankan penderitaanku saat berjalan kembali, meskipun hanya untuk 2 detik.
Sejujurnya, aku tidak mengerti kenapa aku selalu menyukai hal yang mengundang kematian dan melakukan sesuatu yang ceroboh, bahkan aku melupakan setatus berbahaya yang sekarang aku miliki. Aku selalu melakukan sesuatu yang ceroboh, keadaan terikat belenggu merupakan hasil yang kudapatkan hari ini karena menambah salah satu masalah.
Setelah kembali ke gua, aku memiliki kesempatan untuk melihat monster sedang menguliti monter lain, seolah-olah aku sedang menonton adegan menyeramkan secara langsung. Perutku mulai terasa mual saat melihat darah yang keluar ketika dia melakukan pembongkaran pada mayat girrabit.
Secara acak bagian berupa jeroan dan tulang di lemparnya keluar gua, dan bagian-bagian itu berserakan di bawah gua yang di biarkan mengering di atas bebatuan. Hanya tersisa daging dari girrabit dari kejadian itu, bagian kaki serta bagian leher di cincang kemudian dipisahkan sesuai ukurannya.
Sejujurnya, adegan yang ku lihat di depan mataku sangatlah berbeda dari apa yang aku bayangkan saat seseorang sedang menyembelih sapi ataupun kambing. Mungkin karena tukang daging kali ini tidak menggunakan pisau daging untuk menguliti tubuh binatang tersebut.
Apa yang selanjutnya tiba adalah waktunya makan. Daging mentah dari berbagai bentuk dan ukuran yg berbeda di tumpuk berjejer di atas kulit bulu girabbit.
Ini benar-benar nampak agak terlalu besar.
Sebagai catatan, dibandingkan dengan daging 1 ekor babi di dunia nyata, girabbit sebenarnya tidak memiliki daging yang banyak di dalam tubuhnya. Dengan semua potongan yang ditumpuk bersama-sama, itu nampak seperti akan memiliki berat sekitar 50 pund.
Meskipun aku sudah menahan lapar selama lebih dari satu hari, akan tetapi setelah melihat darah dan potongan-potongan daging mentah, aku bahkan tidak bisa merasakan sedikitpun nafsu makanku.
Akan tetapi Suster Medusa, dia nampak seperti memikirkan sesuatu, kemudian diapun melemparkan dua potong daging mentah ke arahku.
Dari sudut pandangku, sepertinya aku harus memakan dua potong daging itu. Sedangkan dari sudut pandang perutku, akan lebih baik makan dua potong daging tersebut, karena kelaparan adalah musuh terburuk dalam bertahan hidup.
Aku memaksakan diri untuk duduk dan mengambil sepotong daging …..
Rasanya agak licin, namun itu tidaklah dingin. Seolah-olah itu daging mentah …..
Persetan! Ini bukan sekedar daging mentah?!
Baunya mengerikan, jadi aku menjepit hidungku, sambil meyakinkan diri bahwa aku harus bisa memakannya.
Jika aku harus memberikan pendapat tentang hidangan yang satu ini, selain sulit untuk dikunyah, ini benar-benar tidak layak untuk dihidangkan.
Ketika aku menggigit potongan daging tersebut, cairan pasti akan keluar dari dalamnya. Oleh karena itu, aku harus mengumpulkan air liur di dalam mulut sebelum memakannya. Ini tidak salah jika mengatakan bahwa daging girabbit mentah adalah yang terburuk untuk manusia.
Namun, setelah berpikir tentang makanan terburuk yang pernah aku makan selama hidupku, menelan daging mentah menjadi lebih mudah dari sebelumnya.
Aku tidak ingin mengingat bagaimana aku memakan dua potong daging mentah tadi, tapi pada akhirnya, aku merasa begitu kenyang bahkan aku mampu untuk mencungkil potongan daging kecil yg terjebak di antara gigi.
Saat aku telah selesai dengan potongan daging yang terjebak di gigi, Medusa masih saja makan, meskipun itu dengan kecepatan yg lebih cepat dariku saat makan daging tadi. Pada saat dia hampir selesai makan, tak terasa hari sudah beranjak malam.
Lalu aku tiba-tiba teringat kalau beberapa ular python bisa makan makanan mereka yang setara dengan berat badan mereka sendiri, setelah itu mereka tidak akan membutuhkan makanan selama beberapa bulan.
Mengingat selera makan dan kecepatan dia makan tadi, dia agak terlihat mirip seperti ular. Mungkinkah Medusa di dunia ini merupakan perubahan wujud dari ular?
Sambil terus berpikir aku melihat wajahnya, kain yang menutupi lengan dan pinggannya telah jatuh. Jika aku mencoba untuk tidak melihat tubuh bagian bawah dan rambutnya, apa yg ada di hadapanku, merupakan sebuah adegan berdarah seorang gadis barbar yg sedang makan daging mentah.
Apakah itu sebuah keinginan terdalam, atau itu hanya sebuah kecerobohan yg mengundang kematian lagi, tanpa sadar aku diam-diam mengambil hp-ku dan menekan ikon kamera.
“ceklek”
Mungkin di sebabkan karena langit berubah gelap, lampu flash otomatis di hidupkan.
Aku tidak tahu seberapa cepat kecepatan cahaya yg barusan. Tapi itu pasti sangatlah cepat.
Aku juga tidak tahu seberapa cepat kecepatan pergerakan medusa. Itu mungkin secepat cahaya.
Aku tiba-tiba telah terdorong keras ke arah dinding berbatu, terpaksa mencium bau yang mengerikan lagi, melihat gigi taringnya dengan aliran darah (TLN: kaya dracula habis minum darah :v) di atasnya, dan mendengarkan bahasa yg tidak aku mengerti.
“Seilerezz!”
“Seilezz?”
Aku benar-benar tidak mengerti dan mengulangi kata-kata yg dia ucapkan. Tidak, aku tidak melakukan itu dengan sengaja.
“Seilerezz!”
“Seilezz?”
Kami mengulanginya lagi. Ini mengingatkanku bagaimana orang jepang terus saling membungkuk tanpa henti.
Meskipun aku tahu kemudian bahwa kata-kata barusan berarti ‘Jangan bergerak’, tapi aku benar-benar tidak berpikir itu sebagai bahasa yang di gunakan oleh manusia dalam masa waktu(peradaban) tertentu.
Beberapa rambut-ular miliknya memamerkan taring tajam kecilnya kepadaku, tubuhku bergetar seperti saringan yang sedang di guncangkan. Aku benar-benar bisa merasakan hawa dingin di bawah tulang belakangku (itu ekornya medusa).
Jika wajahnya lebih garang lagi, aku mungkin saja sudah mengompol.
Apa yg terjadi berikutnya adalah sesuatu yg kurasa seperti sudah direncanakan.
Hp di tanganku jatuh dan meberikan suara retak yang mengecewakan dari efek pantulannya di bebatuan.
Kemudian ekornya membentuk setengah lingkaran di udara serta akan menargetkan untuk mebenturkannya ke tanah.
Layar Hpku kemudian menjadi hitam di sertai kilatan cahaya yg terlihat sekilas, sepertinya Hpku sudah dihancurkan.
Medusa kemudian segera menunduk dan melihatnya, namun dia tidak membiarkan penjagaannya berkurang saat menunduk ke bawah, seekor ular sedang melilit leherku merupakan sebuah bukti nyata
Beberapa saat kemudian, setelah dia menganggap ponsel yang dihancurkan tidak menjadi ancaman lagi baginya, kemudian dia menyapu serpihan ponsel tersebut bersamaan dengan kerikil yg ada di lantai menggunakan ekornya.
Saat itu juga ular yang melilit leherku di lepaskannya.
Ketika aku bersandar di dinding, aku merasa jauh lebih tenang. Sekarang aku berpikir tentang kejadian yang baru saja aku alami, aku merasa kamisama di dunia ini masih memberikan pertolonganNya.
Ponsel yang tidak memiliki sinyal sedikitpun, ditambah baterai yang akan segera habis, sehingga mengorbankan hal tersebut untuk keselamatan aku rasa itu keputusan yang cukup baik.
Sampai saat ini, aku menutup hidungku sambil menatap ke arah di mana ponsel tersebut dihancurkan dan menghilang untuk waktu yang lama di hari itu.
Aku sungguh-sungguh berbela sungkawa pada ponselku yg telah meninggalkan dunia yg aneh ini.
No comments:
Post a Comment