Vol 1:Chapter 02 – Dunia Lain
Penerjemah : indra.K
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
Saat aku membuka mataku sekali lagi, hal pertama yang aku lihat adalah ekor yang panjang.
Aku ingin tidur lagi, untuk memastikan bahwa semua ini bukanlah kenyataan tapi hanyalah mimpi. Menyedihkan sekali, rasa sakit di persendian memberitahukanku dengan sebuah pemberitahuan yang menyakitkan bahwa semua ini adalah kenyataan.
Setelah bangun dengan perlahan-lahan, aku mengamati sekelilingku yang sangat begitu tenang. Ah sepertinya monster itu sedang tertidur.
Aku mengamati sekelilingku sekali lagi, dan mengetahui bahwa aku sedang berada di sebuah gua.
Sebagian besar benda yang ada di sekitarku adalah kulit binatang yang tidak aku ketahui. Serta kebanyakan dari kulit binatang itu berwarna coklat atau hitam.
Itu tidaklah penting. Sekarang yang paling penting adalah menghubungi polisi sementara sang monster sedang tertidur.
Dengan suara kachak*, aku membuka kunci layar hpku dan merubahnya ke dalam mode silent. Sungguh tidak beruntung, kata “No Signal” ditampilkan pada layar, nampaknya hal seperti ini adalah hal yang biasa terjadi pada situasi semacam ini.
“Mungkin jika aku memutuskan tali ini dan pergi keluar gua, bisakah aku mendapatkan sinyal?”
Tali yang mengikatku di bagian belakang diikat menggunakan simpul cepat, tanpa kusadari aku menggunakan kerikil yang agak tajam, lalu perlahan mulai memotong tali yang ukurannya lebih tebal dari jari-jemariku.
Sayangnya, saat aku memotong tali tersebut kurang lebih 2 detik, tali yang mengikatku dikencangkan.
Ah tidak mungkin, seharusnya ular memiliki pendengaran yg buruk?!
Oh tunggu. Dia itu Medusa, bukan ular biasa.
Aku mengerti lalu meletakan batu tersebut lalu mengangguk sebagai tanggapan akan hal itu, memperlihatkan ekspresi bahwa aku tidak ingin cari mati, serta berharap dia masih bisa bermurah hati.
Lalu, untuk memecah keheningan yang menyelimuti kami, aku berusaha tersenyum dan mengucapkan “Selamat pagi”.
Sayangnya, monster itu tidak mengerti bahasa yang aku ucapkan.
Dengan begitu, keheningan masih menyelimuti kami. Hal yang paling aku benci adalah ketika dua orang saling bertatapan dan tidak mengucap satu patah katapun, meskipun dalam kasus ini yang sedang berada di hadapanku sekarang ini adalah monster.
Untuk menyelesaikan masalah ini, aku lebih suka memilih untuk berdamai lalu menenangkan diriku sendiri. Masih dalam keadaan terikat tali aku mencoba bergerak bebas dalam jangkauan tali tersebut, aku berdiri, dan berjalan ke sisi gua, lalu duduk dan bersandar di dinding yang terbuat dari batu.
Untungnya, aku telah membawa benda-benda yang biasa kubawa. Benda yang kubawa HP, rokok, kunci rumahku, serta dompet kulit yang merupakan hadiah ulang tahunku.
Aku mengambil sebatang Yellow Crane Tower (merek rokok di Cina) dan meletakannya di mulutku, aku mencoba menyalakannya dengan korek apiku.
Api kecil muncul dari korek apiku, dan tubuhku mulai terasa melayang terbang…..“!?”
Aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk merokok?! Apakah ada tulisan “Dilarang Merokok” di area ini?!
Seketika aku terjatuh, aku merasa tulang belakangku akan hancur dan selain itu ada lebih dari 10 kepala sedang menatapku dengan serius.
Tentunya, selain yang satu ini mereka semua kepala ular.
Aku tidak tahu kalau ular takut dengan api, tetapi mungkinkah naluri seorang monster untuk mempertahankan diri dan menyerang seseorang yg membuat api kecil di tangannya. Otakku berfikir dengan cepat – ‘Mungkinkah dengan menggunakan korek api ini, aku bisa memiliki kesempatan yg lebih besar untuk melarikan diri dari genggaman monster ini?’
Secara logika, mungkin dia berpikir bahwa korek api ini bisa menyebabkan luka serius padanya. Karena itu, dia takut dengan hal itu dia menyerangku. Meskipun kenyataanya itu tidak mungkin terjadi.
Hal lainnya, aku merasa menyesal – mengapa aku tidak menggunakan korek api untuk memotong tali?!
Mengutuk cara berfikirku! Karena aku berada di tempat yang gelap, aku secara naluriah menganggap korek api sebagai alat yang memberikan sumber cahaya. Lalu aku bisa menggunakan korek api lagi ketika aku masih berada di tempat yg gelap, aku akan segera tahu apakah aku buta atau tidak.
Meskipun sekarang aku telah meninggalkan tempat yang gelap di belakangku, aku masih menganggap bahwa korek api adalah alat yang memberikan sumber cahaya, dan aku anggap tidak berguna di tempat yang terang. Aku baru menyadari saat aku akan merokok, aku baru menyadari bahwa fungsi utama korek api adalah untuk membuat api kecil.
Setelah itu, aku harus membuat sebuah keputusan dengan cepat. Yakni, menggunakan korek api sebagai senjata untuk melawan monster, atau…. menyerah dengan tenang dan membuat sebuah penawaran agar membuatnya percaya.
Pada akhirnya, aku memilih pilihan terakhir, karena aku belum pernah membaca manga atau novel tentang seorang pahlawan yang mengalahkan monster dengan korek api.
Aku perlahan-lahan mengeluarkan korek api yang seharga beberapa yuan*, yg masih baru, dan menyalakannya. Setelah melakukan itu dua kali, aku perlahan-lahan menyerakan korek api itu padanya. Ditambah tatapan mata yang tulus, ini adalah rencana yang sempurna.
Aku mulai cemas! Dan aku juga menjadi sangat cemas!
Karena jika dia tidak tahu cara menggunakan itu, maka aku harus memutar otak lagi untuk memikirkan cara menambahkannya pengetahuan tentang korek api.
Dan aku juga harus membangun kembali kepercayaan di antara kami.
Jadi, aku mengulukan tanganku. Ya itu benar, aku mengulurkan tanganku tanpa ragu dan memegang tangannya.
Tangan Medusa lebih dingin dari pada yg aku bayangkan, seperti seekor ikan. Aku perlahan-lahan menyesuaikan korek api pada posisi tangannya yang halus, dan meletakan ibujariku di atas ibujarinya.
Sekarang aku berpikir bahwa tindakan ini adalah sebuah keputusan terbaik yang aku buat saat ini. Momen memicu korek api mungkin menjadi suatu momen yang sangat baik yang akan mengubah seluruh hidupku.
“tuk” (suara mancis dihidupkan)
Melihat api kecil berkedip-kedip yang cantik mamasuki pandanganku, bersamaan dengan suara mendesis dari rambut ularnya yang memasuki telingaku.
Aku melepaskan tanganku agar dia mencobanya sendiri. Meskipun aku tidak melihat wajahnya, aku tahu dia benar-benar bahagia saat ia mencoba menyalakan korek api. Sekarang aku bertanya-tanya tentang karakteristik yang dimiliki Medusa dengan kemampuannya yang membuat seseorang menjadi batu? Aku yakin sudah melihat matanya selama beberapa kali sampai sekarang ini, jadi pasti kemampuan itu benar-benar di kendalikan oleh Medusa, sehingga dia mungkin dapat menggunakan kemampuannya pada target yang dia pilih saja.
Dengan kata lain, ia tidak akan membunuhku begitu saja.
Yap, monster ini memiliki kemampuan penghancur yang dahsyat serta lebih unggul dariku dalam segi kecepatan, kekuatan, serta memiliki kemampuan sihir petrifying yang membuat seseorang menjadi batu tidak membunuhku. Aku rasa dia mungkin berpikir bahwa aku masih cukup berguna, dan dia mungkin menjadikanku sebagai budak atau mungkin sebagai sesuatu yang lain, tapi itu bukanlah masalah selama aku tetap bisa bertahan hidup.
Saat aku bepikir tentang itu, korek api tersebut dikembalikannya padaku. Dia mungkin berpikir bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang harus benar-benar ditakuti, di sisi lain dalam hatiku aku benar-benar senang.
Sekarang, aku hanya tinggal menunggu kesempatan untuk membakar tali ini hingga putus….
CLANG!
Eh? Mengapa ada benda seperti fetters*?!
Apakah Medusa mengetahuinya dengan menggunakan sihir yang membaca pikiran? Itu hanyalah pemikiran yang terlintas di benakku….
Belenggu itu pasti beratnya kurang lebih 2kg, satu ujungnya dirantaikan ke salah satu kakiku sedangkan ujung yang lainnya dirantaikan ke salah satu tanganku.
Dengan bunyi logam, rantai logam di bawannya ketika dia berdiri di pintu gua sambil menatapku. Dia nampak memiliki kalung yang mahal dengan sebuah permata menghiasi lehernya, dan kain dengan benang berwarna hijau menutupi dada serta lengan kirinya. Dengan quiver (tempat anak panah) berada di belakangnya dan sebuah busur Tukish yang dipegangnya nampak biasa saja.
Jika aku tidak melihat tubuh bagian bawahnya, dia benar-benar terlihat seperti sosok pemanah perempuan dari sebuah game RPG.
Tanpa banyak berpikir, kemudian aku dengan cepat mencoba menyusulnya.
Tumbuhan hutan di luar gua sangat lebat, namun populasi serangga sangat rendah.
Hutan hujan benar-benar berbeda dengan apa yang kulihat dalam film dokumenter yang memiliki nyamuk raksaksa yang membuat suara dengung di sekitarnya.
Setelah berjalan kurang lebih 300 langkah, jumlah pepohonan berkurang drastis dan digantikan dengan sebuah dataran yang sangat luas sejauh mata memandang. Pada saat yang sama, aku menyadari gua Medusa terletak pada sebidang bebatuan prostrusi (sejenis bebatuan karang) di bawah kaki gunung.
Medusa berjalan melambat mungkin karena aku menikmati pemandangan indah yang langka ini. Meskipun aku tidak tahu mengapa dia membawa busur dan anak panah, tapi pemandangan di luar yang menakjubkan cukup untuk mengobati sakit mata* yang kuderita karena bau di dalam gua yang tak tertahankan itu.
Melihat hamparan padang rumput, serta melihat tumbuh-tumbuhan hijau yang melimpah, itu tidak membantuku tetapi aku kagum tentang bagaimana alam bisa seindah ini.
Saat aku mengarakan pandanganku ke arah puncak gunung, aku akhirnya melihat bukti bahwa aku berada di dunia yg aku tidak ketahui – kelinci berdiri tegak sambil mengunyah beberapa dedaunan.
Sungguh, aku berpikir itu seperti kelinci. Atau haruskah aku menyebutnya ‘Grabbit’*?
No comments:
Post a Comment