Vol 1:Chapter 06 – Sebuah perubahan hidup
Penerjemah : indra.K
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
Editor : dimas.ais
Sumber English : novelonlinefree.com
“Veddori.¹”
“Veddori.”
“Ya ini.”
“Bagaimana dengan itu?” Aku bertanya sambil menunjuk gambar orang yang sedang berpesta.
Menggunakan teknik pembelajaran yang sederhana namun efektif seperti ini selama tiga hari, aku sudah mengingat lebih dari 100 pengucapan istilah.
Meskipun aku sudah menguasainya, aku tetap menulisnya kedalam bahasa Mandarin dan Inggris.
Seandainya aku melakukan hal yang sama saat aku melakukan ujian masuk perguruan tinggi, aku mungkin bisa mendapat sedikitnya 140 skor untuk tes bahasa Inggrisku.
Namun, bahasa inggrisku bukan berarti yang paling buruk dan itu terbukti karena ada banyak kata-kata yang bisa kugunakan dengan pengucapan bahasa Inggris.
Jika ini terus berlanjut, maka aku pasti bisa melakukan percakapan sederhana dengannya serta manusia lain dalam waktu sekitar satu bulan.
Dipikir-pikir, aku sekarang sangat bersemangat….
Di sisi lain, situasi untuk masalah makanan mengalami kemajuan yang besar. Meskipun masih dengan daging girabbit, aku sudah bisa memasaknya dengan cara dipanggang.
Menggunakan beberapa batu untuk membuat kompor sederhana di luar gua, aku memotong daging tersebut menjadi potongan-potongan kecil dan menusuknya. Kemudian, aku mengolesi garam dan rempah-rempah lain di atasnya, aku menempatkan tusuk sate itu di atas api.
Suara mendesis dari lemak yang menetes ke bawah api benar-benar membuatku lapar.
Sayangnya, rasa daging panggang itu tidak seperti yang di harapkan. Perbedaan antara daging panggang menggunakan arang, dan daging panggang menggunakan api itu terlalu besar. Belum lagi tusuk kayunya itu benar-benar terbakar.
Kalau aku punya beberapa peralatan memasak, seperti panci….. hmmm, mari kita tambahkan hal itu ke dalam daftar ‘barang yang aku harus dapatkan di kemudian hari’.
Sekarang, saatnya untuk makan.
“Makan?” (Medusa)
Ia bertanya dengan lemah saat aku mencoba menyalakan api untuk memasak dengan korek api dan kayu bakar.
“Ya, makan.”
“Ok.” (medusa)
Dengan tingkat kemampuan bahasaku saat ini, aku hanya bisa melakukan percakapan sederhana seperti itu.
“Kamu makan?”
“Ah, tidak. Tidak makan.” (Medusa)
“Ya. Baiklah.”
Bahkan jika itu sebuah pertanyaan sederhana seperti apakah kita harus makan bersama atau tidak, aku masih harus memperagakannya menggunakan gerakan tangan.
Sementara aku menyalakan api, aku teringat hari di mana aku membantunya mengenakan kalung. Setelah melakukan sesuatu yang membuatmu menjatuhkan rahang (tercengang), aku masih bisa melihat senyum puas di wajahnya. Mungkin itu sebuah cerminan kebodohanku?
Tentunya, dia yang kupeluk erat, telah menghilang dalam waktu 3 detik, dan kemudian segera menggeliat keluar dari lenganku. Selanjutnya, dengan sekeranjang belanjaan kami pada satu tangannya, dan dia menyeretku dengan tangannya yang lain, kami pun kembali ke gua.
Apakah ini yang mereka sebut, ‘Menjadi keren hanya dalam 3 detik’?
Namun, itu adalah pertamakalinya aku melihat ekspresi malu Medusa. Meskipun dia tersipu malu, dia bicara padaku tidak sambil menghindari tatapanku.
Yap, dia malu dan itu benar.
Kemudian, dia membantah anggapan bahwa dia malu. Tapi aku masih merasa bahwa dia pasti malu.
…….
Kadang-kadang, aku akan memikirkan tentang hubungan kami berdua. Tapi karena memikirkan itu adalah sesuatu yang sia-sia, aku hanya mengabaikanya sambil melewati hari-hari yang damai.
Tidak ada yang buruk tentang membuat makanan sehari-hari, mencuci pakaian, membaca buku, dan kemudian belajar bahasa asing …..
…. pantatku! Aku ingin surffing di internet! Aku ingin makan nasi! Aku ingin menggunakan toilet yang layak di sebut toilet! Aku ingin tidur di kasur yang bersih dan nyaman, bukan pada sepotong kulit hewan yang bau!
Ugh…. terserahlah.
Kesampingkan dulu toilet siram, aku harus terus bekerja dan menahan pantatku menggunakan korek untuk menyalakan api. Oh, itu mulai menyala.
Api di sekitar kompor berkedip-kedip tanpa henti seperti gelombang, karena aku menempatkan daging tusuk (sate) di atasnya.
Seperti yang pernah kurasakan dari masakan iblis dengan rasa arang, rasa dari kulit kayu, rasa asap serta pasir, aku berharap upaya kali ini akan menghasilkan masakan yang lezat.
Sementara memanggang daging, aku mencoba mengkoreksi kata-kata yang telah kupelajari.
“Mai ge berarti salam.”
“Mai nita berarti perpisahan ….”
“Mereka tidak menyebutkan ‘halo’ dan ‘selamat tinggal’, jadi apa itu bisa digunakan sebagai bahasa yang sopan?”
“Ugh, ini bahasa yang terlalu mendalam.”
Sementara aku bergumam sendiri, siku tanganku menyentuh sesuatu yang lembut.
Rasanya seperti ada sebuah kain di atasnya, jadi itu mungkin dada.
Menolehkan kepalaku, Medusa menatap buku catatan kecil yang ada di tanganku dengan wajah penuh ketertarikan.
“Mai ge!” Mungkin saja aku bisa menggunakan bahasa yang telah kupelajari.
“Hei….”
Dia masih menampakan senyum yang sangat menawan di wajahnya.
Aku tidak tahu sejak kapan hal ini mulai terjadi, tapi dia sekarang menjadi lebih lembut.
“Uh…. makan?”
“Tidak makan.”
Apakah aku bodoh? Jelas-jelas, aku tadi sudah menanyakan pertanyaan itu, jadi apa yang aku lakukan?! Bahkan jika aku memiliki sesuatu yang harus dibicarakan, setidaknya aku harus berpikir terlebih dahulu sebelum membuka mulutku!
“……Baiklah.”
Mungkin aku telah salah paham, tapi ia meletakan tubuhnya di atas tubuhku. Baiklah, rasanya ekor medusa mulai melilit tubuhku.
“Harus… di balik…..”
Aku mengatakan itu dalam bahasa Mandarin saat aku menggerakan tubuhku maju untuk mulai membalik dua tusuk sate.
-_____-
Ekornya melingkar di sekitarku lagi, tapi kali ini tepat di bawah lututku.
Ular merupakan hewan berdarah dingin, sehingga membuatnya memiliki situasi khusus. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk tidak berpikir hal yang lain.
Tunggu, ini kan masih sore! Saat ini bahkan tidak dingin!
Aku merasakan dua bola daging yang menekan punggungku, aku mencoba untuk mengubah posturku dan meletakan tanganku di pinggangnya. Jika itu tentang suhu tubuhnya, maka itu memang benar bahwa suhu tubuhnya sedikit lebih rendah dibanding suhu tubuh milikku.
Yah, aku hanya akan membiarkannya membohongiku. Setidaknya, itu membuatku jauh lebih tenang dibandingkan ketika dadanya menekan punggungku.
Rasa canggung akibat keheningan menyeilmuti kami lagi.
…..
Sulit untuk memfokuskan diri pada api dan memasak daging, saat telingaku terus-menerus dijilat oleh rambut-ular miliknya.
Tanpa berpikir, aku mencuri pandang dan sedikit melirik wajahnya.
Putus asa, dia menatap wajahku dengan kesal sepanjang waktu.
Ketika daging sate akhirnya selesai, aku menelan air liur saat aku menggerakan tubuhku untuk mengambilnya dari api. Namun, kakiku diikat erat oleh sesuatu yang lembut namun kuat.
Aku menjadi lebih gugup karena tubuhku menjadi lebih sensitif.
“Anu itu…. daging … sepertinya sudah matang.”
Karena aku hanya bisa mengatakan hal tersebut dalam bahasa Mandarin, aku mencoba untuk menyampaikan pesan kepadanya sambil mengarahkan tanganku menunjuk ke arah kompor.
Bagus sekali, lilitan di sekitar kakiku sudah mulai melonggar dengan hanya satu gerakan.
Aku masih belum berani untuk bertindak ceroboh. Tapi tiba-tiba, bagian ekornya yang tadi melonggarkan lilitan dengan cekatan mengambil tusuk sate daging girabbit yag kupanggang.
Kenapa aku merasa bahwa aku telah ‘kalah di babak ini’ …..
Di babak kedua, aku hanya punya satu pilihan yaitu: apakah aku akan mengambil tusuk sate itu dengan tanganku atau tidak.
Aku pun panik, karena pada saat ini merupakan momen di mana dia memiliki sebuah kesempatan untuk menjahiliku. Meskipun dia hanya bermaksud menunjukan sisi baiknya.
Mungkin, karena aku sering dijahili oleh orang lain dulu, aku menjadi sedikit trauma.
Jadi, aku melakukan sesuatu yang kurasa cukup cerdas pada saat itu, tapi aku tersadar sesaat kemudian, bahwa itu adalah sebuah langkah yang sangat bodoh – aku menggunakan tanganku untuk menyentuh ekornya perlahan.
Ada perasaan unik dengan sisiknya yang lembut, lalu tanganku dengan liar menemukan setiap sudut dan celah dari ekornya sambil mengarah ke tusuk sate di ujung ekornya.
Tiba-tiba, ekornya melarikan diri dari tanganku. Mengandalkan gerakan refleksku yang cukup baik, aku akhirnya berhasil memegang tusuk satenya.
Meskipun, kakiku masih ditahan oleh ekornya.
Ada apa dengan perasaan frustasi ini? Bukankah waktu makan harusnya menjadi saat-saat yang menyenangkan?
Mengambil daging dari tusukan sate, aku sadar kalau ada bau arang pada sate tersebut. Daging berwarna coklat abu-abu memiliki pola jaringan yang indah di atasnya, membuatku yang kelaparan tidak sabar untuk memakannya.
Aku menggigitnya, aku merasakan sedikit rasa darah di dalamnya, walaupun aku sudah terbiasa dengan hal itu. Sejak saat itu makanan seperti ini merupakan sebuah kesempatan langka di mana memanggang daging dikatakan berhasil, aku yakin kalau aku bisa menyebut upaya kali ini sukses.
Ketika aku sedang makan, aku menatapnya. Namun menjadi sebuah misteri untukku, kecerobohan yang kuat menyerang hatiku membuatku melakukan sesuatu yang bodoh sehingga membuatku menuju ke dalam penyesalan nantinya.
Aku memegang setengah dari daging yang sudah kumakan ke arahnya.
“Sedikit, makan, baik.”
Ini adalah batas kemampuan berbahasaku. Apa yg ingin ku katakan adalah ‘Coba ini, ini enak.’
“Ah.”
Setelah menunjukan ekspresi agak terkejut, dia mendekatkan mulutnya lebih dekat ke sepotong daging di tanganku. Hal itu sesuai dengan yang aku harapkan.
“Ha!”
Mirip seperti saat aku menggoda anak kecil, aku menarik tanganku .. haha, sehingga bahkan Medusa yang legendaris pun akan mendapatkan sebuah godaan dariku…
“Eh, aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf. Aku tidak akan melakukan hal itu lagi.”
Selain alisnya, kepala ular-ular kecil juga terangkat memamerkan taring mereka dan membuat suara mendesis yang mengintimidasi.
Kejadian ini membuatku memahami suatu : Jadi meskipun aku memiliki hubungan ‘suami istri’ dengan Medusa, aku masih tidak diizinkan untuk menggodanya. Mungkin monster tidak dapat memahami sebuah candaan dalam sebuah hubungan antara sepasang kekasih?
Aku patuh lalu meletakan tanganku di dekat mulutnya dan menyaksikan dia perlahan-lahan makan daging panggang dan kemudian jari tanganku.
Jari tanganku
Saat dia menghisap jari tanganku, darah dalam tubuhku mengalir dengan cepat sehingga rasanya seperti otakku akan meledak. Aku menghirup udara dalam jumlah yang besar ke paru-paruku untuk memberikan oksigen ke jantunggu yang berdetak tak terkendali.
Air liur yang tidak jelas pada jari tanganku seperti dalam AV, itu hanya terasa basah.
Tapi hal itu sudah tidak penting, karena aku menggunakan lidahku untuk menjilati leher mulus dan putih miliknya.
Mengalah pada keinginanku untuk menyentuh setiap bagian yang aku inginkan, perlahan suhu tubuhku mulai menginvasi suhu tubuhnya.
Jika aku harus memberikan sedikit nasihat kepada seorang pemula yang baru saja tiba di dunia ini, sebaiknya kalian mencoba untuk tetap menjauh sejauh mungkin dari Medusa. Monster ini pasti memiliki semacam sihir Pesona(pelet kalau di Indo), atau setidaknya hal itu sudah terjadi padaku dengan sangat efektif.
No comments:
Post a Comment